Jumat, 28 Oktober 2016

SANDIWARA

Pernah ga sih kalian mikir kalau dunia ini adalah panggung sandiwara terbesar?

Bukan cumen hidup kita aja yang penuh sandiwara, tapi semua aspek dalam kehidupan kita di dunia ini.

Duh, aku sebenernya rada males nulis hal yang sensitif. Karena kalau sudah ngomongin hal ini otomatis pembahasan akan menjurus ke hal-hal yang sensitif. Seriously, aku ga pengen ada yang salah paham dan memicu perdebatan. Karena aku sama sekali ga suka sama yang namanya debat,

Kalo debat tentang hal yang pasti misalnya tentang ilmu pengetahuan seperti matematika, maybe, aku masih bisa terima (meskipun ilmu pengetahuan pun masih banyak mengandung unsur yang diperdebatkan, tapi seengaknya kita tau kalau matematika adalah salah satu ilmu pasti, CMIIW). Tapi kalau udah debat pendapat, aku sama sekali ga suka dan berusaha menghindarinya sebisa mungkin.

Kenapa? Karena pendapat adalah hasil dari pemikiran dan cara pandang seseorang akan suatu hal. Dan setiap orang memiliki pemikiran dan cara pandangnya sendiri-sendiri. Aku ga boleh memaksakan pemikiran dan pendapatku ke orang lain begitupula sebaliknya, orang lain ga boleh memaksakan pemikiran dan pendapatnya ke aku.

Dan menurut aku juga, debat untuk hal-hal yang memang masing-masing punya keyakinan yang sama kuatnya itu adalah hal yang buang-buang waktu. Contoh? Agama. Disini aku sebagai muslim punya keyakinan yang kuat akan agamaku, begitupula dengan kalian yang mungkin beragama Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Konghucu dll. Aku tidak akan ikut campur dengan pilihan dan keyakinan orang lain karena urusan itu adalah urusan pribadi masing-masing. Menghargai sesama dan tidak perlu menghakimi pilihan orang lain. Bukankah kita memiliki hak yang sudah ada sedari kita pertama kali lahir di dunia? Bukankah perbedaan itu indah?  :)


Jikalau memang ada hal salah yang perlu dibenarkan, cobalah untuk menjelaskan dengan pelan-pelan tanpa perlu embel-embel ‘judging’. Siapa sih yang suka dipaksa? Siapa sih yang suka disalahin terus dipojokin? Terlepas dari memang kita yang salah, tapi bisakah kita ditegur dengan cara yang halus? Atau jika memang cara halus tidak mempan, bisakah kita dijelaskan dengan baik-baik tanpa ada efek menghakimi? Atau bila perlu berilah kita pelajaran.

Memang tidak semua orang akan langsung sadar atas kesalahannya, begitu pula aku. But trust me, semakin bertambahnya umur, semakin berjalannya waktu, kita pasti akan menyadari kesalahan-kesalah kecil ataupun besar yang kita perbuat di masa lampau.

Bagaimana kalau ada yang tidak juga sadar atas kesalahannya? Yah... mungkin hanya diri mereka sendiri lah yang tau jawabannya karena toh setiap langkah kecil yang diambil manusia untuk sebuah perubahan adalah murni keinginan dari dirinya sendiri dan sulit untuk orang lain paksa.

Am I right? Atau aku hanya manusia yang sok tahu? Entahlah…

Oke, cukup. Kalau bahasan ini dilanjutkan aku bisa kebawa arus dan mungkin akan menuliskan sesuatu yang sangat sensitif. ._.v

Lebih baik kita kembali ke bahasan tentang “sandiwara”.

Gimana? Udah sadar ga kalau kita berada di tengah-tengah  sandiwara? Atau bahkan diri kita sendiri pun tengah bersandiwara?

So do I.

Aku mengakui banget kalau aku pun sekarang hidup bersandiwara. Entah untuk urusan kebahagiaan ataupun sifatku. Kita ga perlu munafik kalau kita terkadang memakai topeng untuk menutupi diri kita yang sebenarnya.

Kita ambil contoh, kamu ga suka banget sama guru/dosen kamu sedangkan beliau lah yang mengontrol nilaimu nanti, kita sebagai siswa/mahasiswa bisa apa? Nurut? Ya, nurut. Dengan terpaksa. Demi nilai.

Dan banyak contoh-contoh lain yang kadang kita sendiri ga menyadari bahwa diri kita munafik. Bahwa kita sedang melakoni peran dalam sandiwara.

Dan parahnya sekarang banyak banget yang ngasih panggung untuk mereka-mereka yang bersandiwara

Kenapa? Apakah karena kita kurang hiburan dan butuh banget dihibur?

Atau yang lebih parah, kita ga sadar kalau selama ini sudah menjadi penonton setia pertunjukan mereka. Ya, antara tidak sadar atau memang pertunjukan mereka sangatlah hebat.

Dan yang menarik perhatianku sekarang adalah begitu mudahnya pikiran-pikiran orang untuk dialihkan. Aku pribadi juga gampang teralihkan, tapi kalau itu menyangkut pilihan lipstick dan sepatu, sih. Hehehehehehe.

Ya, di Negara ku tercinta ini, begitu banyak isu-isu yang muncul dan begitu cepat juga isu-isu itu tergantikan dengan isu-isu yang lain. Atau memang sengaja dimunculkan sebuah isu untuk menutupi sebuah isu. Benar, kan?

Parahnya, orang-orang yang pikirannya gampang teralihkan bakalan kemakan semua sandiwara ini. Dengan gampangnya orang-orang ini melupakan sebuah isu yang notabene penting untuk kelangsungan hidup Negara mereka demi sebuah isu ga penting seorang public figure yang beritanya dibuat sesuka hati oleh sang pembuat beritanya atau memang sang public figure sendiri yang sengaja membuat berita demi ke-‘eksis’-an dirinya sendiri.

Sadar, gak? Kita memang berada dalam posisi orang-orang yang akan selalu dimainkan pikirannya. Oleh apa? Ya, oleh pengalihan isu yang dibuat dengan sengaja oleh pihak tertentu.

I just wanna say, “Please, sadar. Kalian berpendidikan, kalian pasti tau maksud dari omangan aku. Coba  lah mulai sekarang kalian melihat sesuatu itu dari 3 dimensi, jangan dari satu sisi doang.  Berhenti menghakimi segala sesuatu yang belum tentu benar kejadiannya, apalagi segala sesuatu itu adalah hasil dari melihat, mendengar dan membaca gossip. Bukan dari kenyataan dan fakta yang ada.”

Ada satu kasus yang menarik perhatianku banget. Awalnya, karena kemakan cerita orang, aku beranggapan kalau memang ‘dia’ lah tersangkanya. Tapi setelah berita mulai bergulir dan semakin panas, aku perlahan sadar kalau ada oknum-oknum tertentu yang terlihat sangat memaksakan ‘dia’ menjadi pembunuhnya.

Ya, ‘dia’ adalah Jessica Kumala Wongso. Dan kasus ini adalah kasus kopi sianida yang sudah beberapa bulan ini menjadi topic hangat yang diperbincangkan di Negeri kita tercinta ini. Saya, Emmy Martianty, (Ehem) S.E. (yaelah songong banget dah lu, Em), adalah orang yang sama sekali ga paham dan ga pernah belajar tentang hukum, saya hanyalah perempuan sok tau yang suka ngomong sesuka hatinya, tapi kali ini saya pengen banget menuliskan pendapat saya tentang kasus ini. Apalagi kemarin baru saja vonis Jessica ditetapkan.

Jujur aku ga tau dan ga bisa memastikan apakah Jessica beneran pembunuhnya atau bukan. Tapi yang aku tau, dia dipaksa untuk menjadi pembunuh karena yahh..you know, lah.. ga ada orang lain yang bisa dituduh menjadi tersangka. Kenapa aku bilang ga ada? Karena seperti yang hakim bilang, selama 51 menit kopi Mirna dihidangkan, cumen Jessica yang ada disana.

It means,

Ketika gue lagi mau nongski bareng temen-temen gue, dan gue dateng duluan terus beliin temen gue makanan atau minuman duluan, ketika sekiranya nanti ada yang meninggal keracunan makanan atau minuman yang gue beli tanpa gue tau kenapa, gue bakalan jadi satu-satunya tersangka, Right?
Atau ketika kita berada di dalam satu ruangan dan temen ruangan lo kehilangan sesuatu ketika cumen lagi ada lo yang ada disana, sudah dipastikan kalau elo satu-satunya yang bakal tertuduh, kan?

Itu logikanya.

Terlepas dari memang kita tersangkanya atau bukan, tapi diluar sana masih ada kemungkinan-kemungkinan lain, toh? Kemungkinan yang memang kecil tapi bisa jadi memang fakta sebenarnya.

Memang aku paham, kalau polisi tidak segera menemukan dan menetapkan tersangka pembunuhan Mirna, masyarakat akan berontak dan akan terjadi kekacauan karena kasus Mirna sendiri sudah menarik minta masyarakat luas.

Sekali lagi, perihal Jessica memang benar pembunuhnya atau tidak, tetapi bukti yang selama ini diberikan menurut aku banyak yang ga masuk akal. Kalau memang ingin membuat semua yakin kalau Jessica pembunuhnya, harusnya berikan bukti pasti. Toh, tubuh Mirna sendiri tidak diotopsi, kan?

Ah, sudahlah… maafkan kesotoy-an saya ini, ini hanyalah pendapat saya dan seperti yang saya katakan sebelumnya, saya tidak akan memaksakan orang lain untuk setuju dengan pendapat saya dan orang lain juga ga bisa dapat memaksakan pendapatnya kepada saya.

Last but not least, I just wanna say, #RIPHukumIndonesia..

Oh, iya lupa! Selamat Hari Blogger Nasional ! *telat sehari hehe*
Susah sekali menyuruh diri saya untuk rajin posting tulisan, tulisan ini saja sudah dianggurin berapa lama sampai pada akhirnya saya lanjutin pagi ini. Huft. :

Nb: maafkan ke-tidak-konsistenan saya dalam penggunaan kata ganti orang pertama, antara ‘Saya’, ‘Aku’ atau ‘Gue’. Saya cumen menulis berdasarkan situasi, maksudnya ketika situasinya serius saya akan menggunakan kata ganti ‘saya’ dan saat situasinya biasa aja maka saya akan menggunakan kata ganti ‘aku’, lalu saat saya pengen mengumpat atau pengen menulis hal yang ‘agak nyolot’, saya akan menggunakan kata ganti ‘gue’. Sekali lagi maafkan sayaaa~~~~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...